Hasil Satgas TPPU Rp 349 triliun patut dipertanyakan

banner 468x60

Jakarta – Masa jabatan Satgas Anti Pencucian Uang, gugus tugas TPPU yang diketuai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan atau Menkopolhukam Mahfud MD, akan berakhir pada Desember 2023.

Baca juga:

banner 336x280

Ujian satu jam, SYL 6 soal ditanyakan

Selama delapan bulan, Satgas TPPU memantau laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), termasuk dugaan pencucian uang senilai Rp349 triliun.

Pakar hukum TPPU, Yenti Garnasih mempertanyakan kinerja satgas TPPU yang belum maksimal karena kurang transparan dan lambannya penindakan hukum terhadap pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kasus pidana pencucian uang, khususnya komoditas emas.

Baca juga:

kata SYL soal pemeriksaan kasus TPPU Firli hari ini

“Kinerja dan prestasi serta tujuan pembentukan gugus tugas TPPU patut dipertanyakan. Mengapa kasus korupsi jual beli emas karena penyalahgunaan kekuasaan/jabatan tidak segera diselesaikan? Apalagi kerugian negara mencapai triliunan rupee, kata Yenti, dikutip Senin, 29 Januari 2024.

Menurutnya, tindak pidana pencucian uang bukanlah perkara yang bisa dianggap remeh. Lebih lanjut dia mengatakan, kerugian akibat tindak pidana tersebut menyebabkan kerugian negara mencapai triliunan rupee. Oleh karena itu, sangat berbahaya jika penyidikan tidak dilanjutkan dalam situasi politik.

Baca juga:

Apakah SYL kembali diperiksa terkait kasus Firli Bahuri terkait TPPU?

“Kalau benar Satgas TPPU tidak bicara soal TPPU, tentu aneh dan harus menjawab masyarakat dengan akuntabilitas (checks and balances). Masyarakat harus tahu apa saja hasil pembentukan Satgas tersebut, bukan sekadar kegiatan yang memboroskan APBN. Mengingat tidak adanya TPPU, berarti uang kejahatan masih beredar di tahun politik saat ini, yang sangat berbahaya, ujarnya.

Oleh karena itu, Yenti berharap ada tindakan lebih lanjut dari aparat penegak hukum (APH) atas apa yang diproses satgas TPPU sejak masa jabatannya berakhir pada Desember 2023. Khususnya, kata dia, kasus dugaan impor emas yang merugikan negara sebesar Rp 189 triliun.

“Kejahatan terkait komoditas emas, penyelundupan (tindak pidana kepabeanan) begitu besar hingga menimbulkan kerugian negara. Artinya, hasil tindak pidana mengalir ke suatu tempat, kepada siapa dan kepada siapa berakhir? Sudah lama sekali, sehingga TPPU terpaksa terjadi. Penelusuran dimulai dengan mencari dan menyita hasil kejahatan untuk TPPU, meski ada korporasi yang terlibat. “Ini yang perlu dijajaki,” jelasnya.

Sementara itu, pakar hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Chairul Huda mengatakan, gugus tugas terbentuk karena kurang sinergi antara PPATK dan aparat penegak hukum (APH). Namun, dia mengatakan jika PPATK dan aparat penegak hukum bersinergi, maka gugus tugas TPPU tidak diperlukan lagi.

“Satgas bukan lembaga penegak hukum. Menurut saya, Satgas TPPU hanya menjembatani tanggung jawab PPATK dan aparat penegak hukum, dimana banyak hasil penyidikan PPATK yang terkesan tidak ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum (Polisi, Kejaksaan, atau KPK). “Jika PPATK dan penegak hukum bersinergi, maka gugus tugas TPPU tidak diperlukan,” kata Huda.

Namun, dia menilai aparat penegak hukum tidak menyikapi temuan PPATK dan menindaklanjutinya. Selain itu, Huda berharap kejaksaan dan bea cukai bisa menindaklanjuti temuan Satgas PPATK atau TPPU dalam kasus komoditas emas.

“Kinerjanya tidak terlihat dari temuan PPATK atau TPPU. Memang benar kinerja aparat penegak hukum buruk. Banyak transaksi mencurigakan di masa pemilu,” ujarnya. menyimpulkan.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mengatakan, mandat Satgas Anti Pencucian Uang (TPPU) berakhir pada 31. Satgas TPPU dibentuk pada April 2023. .

“Pokja TPPU dibentuk berdasarkan hasil keputusan Panitia Nasional TPPU pada April 2023 dan dipresentasikan pada sidang III. Komisi DPR RI pada 11 April 2023. Masa jabatan Satgas TPPU berakhir pada 31 Desember 2023,” kata Mahfud di kantornya, Rabu, 17 Januari 2024.

Dalam kurun waktu 8 bulan, Mahfud selaku Ketua Panitia Pokja TPPU menyampaikan hasil kerja yang dilakukan Pokja TPPU yaitu pengawasan dan evaluasi terhadap pengolahan 300 lembar informasi yang nilai agregatnya lebih dari Rp. 349 triliun.

Kemajuan paling signifikan dalam kerja Satgas TPPU adalah penanganan surat LHP nomor SR 205/2020 terkait kasus impor emas dengan transaksi keuangan mencurigakan sebesar Rp189 triliun, ujarnya.

Sebelum ada satgas TPPU, kata dia, kasus tersebut tidak berjalan. Namun dalam pengawasan Satgas TPPU, lanjut Mahfud, kasus tersebut bermula dari pengungkapan tindak pidana yang dilakukan penyidik ​​Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta dugaan tindak pidana perpajakan Direktorat Jenderal Pajak.

Status perkara kepabeanan impor emas Grup SB sudah masuk tahap penyidikan, sedangkan perkara perpajakan pada tahap pengumpulan bukti permulaan terdiri dari 4 orang wajib pajak dengan perkiraan tunggakan pajak ratusan miliar rupee, jelasnya. . .

Ia mengatakan, kehadiran Satgas TPPU memberikan dampak positif terhadap penanganan kasus serupa, baik dalam penyelesaian maupun penyelesaian tindak pidana asal dan pencucian uang, seperti kasus yang melibatkan petugas bea dan cukai di Makassar dan Jakarta.

“Jadi kasusnya cukup baik ditangani karena ada yang sedang diselidiki, ada yang sudah divonis bersalah. Sedangkan untuk kasus lainnya, saat ini sedang ditangani oleh pihak kejaksaan, kepolisian, dan KPK, tutupnya.

Sisi lain

“Kejahatan terkait komoditas emas, penyelundupan (tindak pidana kepabeanan) begitu besar hingga menimbulkan kerugian negara. Artinya, hasil tindak pidana mengalir ke suatu tempat, kepada siapa dan kepada siapa berakhir? Sudah lama sekali, sehingga TPPU terpaksa terjadi. Penelusuran dimulai dengan mencari dan menyita hasil kejahatan untuk TPPU, meski ada korporasi yang terlibat. “Ini yang perlu dijajaki,” jelasnya.

Sisi lain



Quoted From Many Source

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *