Kondisinya harus terus dipantau, pasien gagal jantung kini bisa dipantau dari jarak jauh

banner 468x60

Jumat, 2 Februari 2024 – 13:02 WIB

gaya hidup VIVA – Berdasarkan data European Society of Cardiology, 1 dari 5 orang di dunia berisiko mengalami gagal jantung dan angka prevalensi ini meningkat seiring bertambahnya usia. Menurut International Journal of Cardiology tahun 2016, terdapat lebih dari 13 juta orang di Indonesia saja yang mengalami gagal jantung.

banner 336x280

Baca juga:

Kenali ciri-ciri sistem autoimun: dari nyeri sendi hingga keadaan emosi

Gagal jantung ditandai dengan keluhan sesak napas dan pembengkakan pada kedua tungkai, yang disebabkan oleh berkurangnya fungsi pemompaan jantung. Karena saat ini belum ada pengobatan yang bisa menyembuhkan secara total, kondisi gagal jantung hanya bisa dipantau secara berkala, serta menjaga pola hidup agar tidak bertambah parah. Gulir untuk informasi lebih lanjut.

Saat ini sudah tersedia teknologi di Indonesia untuk memantau pasien gagal jantung dari jarak jauh, yaitu Heart Failure Monitor (HFM). Ini adalah perangkat digital yang berguna untuk pemantauan jarak jauh pasien gagal jantung yang bekerja dengan mendeteksi gejala signifikan pada pasien gagal jantung
jantung sehingga intervensi atau pengobatan dapat dilakukan dengan cepat dan tepat.

Baca juga:

Polisi telah mengungkap dugaan penyebab ledakan RS Semen Padang, Sumatera Barat

HFM merupakan alat kesehatan berbasis AI (kecerdasan buatan) yang berbentuk seperti stetoskop
yang terhubung ke aplikasi seluler. Alat ini bekerja dengan mendeteksi kelebihan cairan di paru-paru, gejala umum gagal jantung, dalam waktu 30 detik setelah diletakkan di dada pasien.

Baca juga:

Terjadi ledakan di RS Semen Padang, pasien dievakuasi

Hasil deteksi dari perangkat tersebut dimasukkan ke dalam aplikasi ponsel sehingga dokter kemudian dapat menganalisisnya dan memberikan pengobatan yang tepat. HFM telah diuji dengan lebih dari 3.000 rekaman pasien gagal jantung dari Rumah Sakit Tan Tock Seng, bagian dari Singhealth Group Singapura, dan Rumah Sakit Primaya, dengan akurasi lebih dari 90 persen.

Saat ini standar perawatan pasien gagal jantung jarak jauh adalah pengukuran berat badan secara teratur, namun hal ini dinilai kurang efektif karena pertambahan berat badan dapat dipengaruhi oleh banyak hal.

Profesor Wee Ser, salah satu pendiri dan CEO SPACE Singapura, yang juga menjabat sebagai dosen emeritus di Nanyang Technological University di Singapura, menjelaskan bahwa gelombang startup medtech berikutnya akan menyaksikan proliferasi besar-besaran perangkat medis pintar yang mengandalkan kecerdasan buatan (AI). ) dan teknologi sensor seperti perangkat yang kami produksi.

“Di mana penilaian dan penatalaksanaan dapat dilakukan secara mandiri, maka dapat dipersonalisasikan dan memungkinkan skrining penyakit jantung paru dan penyakit lainnya. Hal ini akan merevolusi pengelolaan layanan kesehatan di masa depan,” kata Profesor Wee Ser dalam keterangannya yang dikutip Jumat, 2 Februari. 2024.

Primaya Hospital Tangerang pertama kali menggunakan HFM untuk pasien gagal jantung.
Dokter Jantung dari Primaya Hospital, dr. Rony M Santoso SpJP (K) FIHA merupakan salah satu peneliti yang mengembangkan alat ini bersama dengan PT Space Singapore. Ia mengungkapkan, lebih dari 100 pasien gagal jantung telah menggunakan HFM untuk memantau kondisinya di rumah.

“Penggunaan alat ini bermanfaat bagi pasien yang dapat memantau kondisinya secara rutin dan jika ada kekhawatiran terhadap status kesehatannya dan bila perlu akan mengingatkan dokter yang merawat. Ini akan meyakinkan pasien ketika pulang dari rumah sakit dan jika diperlukan. .” sendirian di rumah atau di perjalanan,” katanya.

“HFM juga bermanfaat bagi dokter karena menerima data terkait keluhan pasiennya,
yang tujuannya bukan hanya intervensi sesaat, namun juga penatalaksanaan penyakit yang lebih efektif,
yang masih sulit dilakukan saat ini,” lanjutnya.

Leona A. Karnali, CEO Primaya Hospital Group, berharap kehadiran alat pemantau gagal jantung di Indonesia dapat menjadi solusi bagi masyarakat khususnya pasien gagal jantung, serta dapat membantu pasien mendapatkan pengobatan yang tepat dan cepat.

Sisi lain

Profesor Wee Ser, salah satu pendiri dan CEO SPACE Singapura, yang juga menjabat sebagai dosen emeritus di Nanyang Technological University di Singapura, menjelaskan bahwa gelombang startup medtech berikutnya akan menyaksikan proliferasi besar-besaran perangkat medis pintar yang mengandalkan kecerdasan buatan (AI). ) dan teknologi sensor seperti perangkat yang kami produksi.

Sisi lain



Quoted From Many Source

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *